Jakarta, Indonewstime.com — Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) menggelar Seminar bertajuk “Refleksi Delapan Dekade dan Proyeksi Indonesia 2045”. Seminar yang telah berlangsung dua hari ini sebagai wahana dan ruang untuk merefleksikan pencapaian dan tantangan bangsa Indonesia selama 80 tahun usia kemerdekaan,Jakarta, Kamis (21/8/2025).

“Forum ini menelaah fondasi perjalanan bangsa selama delapan dekade serta merumuskan proyeksi strategis ke depan,” ujar Kepala LAB 45 Jaleswari Pramodhawardani.

Dia menyampaikan, seminar tersebut sebagai wahana dan ruang untuk merefleksikan pencapaian dan tantangan bangsa Indonesia selama 80 tahun usia kemerdekaan.

“Seminar ini menekankan keterlibatan masyarakat menengah dalam keterlibatan pengambilan kebijakan, demokrasi transparan, dan krisis lingkungan hidup. Langkah-langkah ini dipandang sebagai peta jalan penting dalam membangun demokrasi yang lebih transparan dalam menjelang Indonesia Emas 2045,” katanya.

Selain keynote speech oleh Kepala LAB 45 Jaleswari Pramodhawardani dan closing remarks dari penasihat senior LAB 45, Andi Widjajanto, pada seminar dua hari ini sebagai narasumber para analis dari berbagai bidang keahlian.

Diantaranya adalah Omar Farizi Wonggo, Reine Prihandoko, dan Christian Guntur Lebang (politik keamanan), Salma Nihru dan Ali Nuralizen (maha data dan politik media), Radhityana Muhammad, Indah Lestari, Jessica Arreta, serta Baginda Muda Bangsa (ekonomi politik), dan Aldi Pahala Rizky bersama Ratu Ayu Gendiswardani (maha data dan gender).

Dalam seminar hari ini, Analis Ekonomi Politik Baginda Muda Bangsa mengungkapkan soal peran kelas menengah kritis yang tidak bergantung pada negara yang sudah memiliki kemandirian ekonomi. Hal ini merupakan simbol baru karena kelas menengah saat ini dapat merangkul kelas bawah dan kelas atas dalam pengambilan keputusan.

“Di saat negara dalam keadaan yang tidak baik, kelas menengah ini merasakan bahwa negara ini harus berubah karena jika negara dalam kondisi tidak baik maka semuanya akan terdampak baik dalam ekonomi, politik dan lainnya. Mereka menjadi simbol baru bagi demokrasi disaat ruang saluran politik tertutup,” kata Baginda.

Menurutnya kelas menengah dapat merangkul kelas bawah dan atas dalam pengambilan keputusan. Kelas ini melakukan hal tersebut karena mereka butuh situasi ekstrim untuk berubah.

“Maka itu penting sekali untuk mewujudkan pendidikan berkualitas dan membuka cara berfikir yang kritis. Dan membuka jejaring besar lintas generasi pendidikan untuk kaum tertindas,” ucapnya.

Sementara itu, turut hadir Jessica Arreta juga Analis Politik Ekonomi mengatakan saat ini masyarakat Indonesia di dominasi oleh Generasi Milenial dan gen z, dan sekitar 74% diantaranya tidak puas dengan demokrasi di Indonesia.

” Sekitar 74% generasi milenial dan gen Z menyatakan tidak puas dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, jika diliat dari sisi ekonomi 20% dari generasi tersebut belum bekerja. Itulah yang membuat mereka rapuh dan banyak dari generasi ini tidak memikirkan demokrasi, padahal bonus demografi tahun 2045 nanti akan didominasi oleh generasi ini,” ungkapnya.

Karena merasa adanya ketidakpuasan, akhirnya terdorong melakukan perubahan. Dari sisi ekonomi mereka sangat rentan karena sekitar 20 persen masih nganggur. Jadi ekonomi mereka rapuh. Bagaimana bisa memikirkan demokrasi. Generasi milenial juga mengalami tekanan demografi. Kelas menengah tak lepas dari isu ekonomi,” papar Jessika.

Forum ini diharapkan menjadi ruang strategis yang mempertemukan akademisi, praktisi, pembuat kebijakan, dan masyarakat sipil untuk bertukar pandangan serta memberi masukan konstruktif serta memastikan arah pembangunan nasional tetap berlandaskan nilai dasar kebangsaan dan mengarah pada tercapainya Indonesia sebagai negara maju, berdaulat, berkelanjutan, dan inklusif, sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045.

Penulis: Lin

Editor: Gabriella

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan