Seorang anak asal Kecamatan Malunda, Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, bernama Febi Andriani, akhirnya meninggal dunia setelah sberjuang melawan tumor kepala. Febi menghembuskan napas terakhir pada Senin (17/8/2025) malam sekitar pukul 19.00 WITA, saat menjalani perawatan darurat di Puskesmas Malunda sebelum sempat dirujuk kembali ke rumah sakit rujukan di Makassar.

Sebelumnya, keluarga yang didampingi pihak rumah singgah pasien menerima informasi lisan dari salah satu dokter bahwa Febi berada di antrean ke-27  dan harus menunggu 2-3 bulan untuk operasi di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar. Namun, hasil klarifikasi BPJS Kesehatan menyebutkan nama Febi tidak tercatat dalam daftar resmi jadwal operasi rumah sakit tersebut.

“Berdasarkan pengecekan kami, setelah kordinasi dgn Rs Wahidin nama yang bersangkutan tidak tercatat dalam daftar antrean operasi di RS Wahidin,” ujar perwakilan BPJS Kesehatan

Fakta ini sekaligus membantah informasi lisan yang diterima keluarga. Selama proses pengobatan, keluarga lebih banyak bergantung pada pendampingan lembaga rumah singgah di Makassar karena kesulitan berkomunikasi langsung dengan pihak rumah sakit. Hingga akhir hayatnya, Febi tidak mendapat tindakan operasi yang seharusnya ia dapatkan

Di tengah perjuangan itu, beberapa komunitas dan lembaga yayasan peduli kemanusiaan sempat melakukan open donasi untuk Febi. Dukungan ini hadir sebagai bentuk kepedulian masyarakat luas, dengan harapan dapat membantu jalan kesembuhan Febi sekaligus meringankan beban keluarga.

Namun kenyataan berkata lain. Keluarga kini hanya bisa menyampaikan duka sekaligus penyesalan mendalam., mereka menilai pelayanan yang diterima jauh dari harapan, baik dari pihak rumah sakit maupun rumah singgah pasien.

Bahkan, keluarga berharap agar pelayanan rumah singgah pasien Majene di Makassar dapat diaudit, mengingat banyak isu yang berkembang mengenai pelayanan yang dinilai kurang maksimal.

Selain itu, keluarga juga mempertanyakan pelayanan terhadap pasien BPJS yang dinilai lebih lambat dibanding jalur mandiri.

“Kalau pasien BPJS, kami rasakan pelayanannya sangat lambat dan berbelit-belit. Kadang muncul kesan kalau jalur mandiri lebih diprioritaskan. Padahal kami rakyat kecil tidak mampu kalau harus membayar sendiri,” ungkap keluarga dengan nada kecewa.

Lebih jauh, keluarga menilai pemerintah daerah dan aparat setempat seharusnya lurah, Babinsa, Bhabinkamtibmas, hingga Forkopinda ikut turun tangan memberikan perhatian dan membantu proses percepatan operasi anak kami yg sudah menunggu berbulan bulan jadwal operasi, saat itu hanya camat yg datang berkunjung untuk membesuk anak kami.

“Mestinya lurah, camat, Babinsa, Bhabinkamtibmas, hingga Forkopimcam punya tanggung jawab moral mengetahui kondisi warganya,tapi lebih dari sebulan, tidak ada yang benar-benar turun tangan,” ujar keluarga.

Keluarga berharap Gubernur Sulawesi Barat, Bupati Majene, dan pihak berwenang segera mengusut persoalan ini hingga tuntas. Mereka juga meminta agar sistem pelayanan kesehatan, termasuk mekanisme rumah singgah pasien, segera diperbaiki agar kejadian serupa tidak kembali terulang.

Kisah pilu Febi Andriani menjadi pengingat bahwa negara dan pemerintah di semua tingkatan seharusnya hadir lebih cepat, sigap, dan berpihak pada rakyat, khususnya masyarakat kecil di pelosok.(Red/EPN)

 

Penulis: EPN

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan