Jakarta, Indonewstime.com –Indonesia turun menjadi peringkat ke tujuh di dunia sebagai pengekspor biji kakao. Sebelumnya, Indonesia merupakan penghasil kakao terbesar ketiga di dunia. Namun angka produksi biji kakao di Indonesia telah menurun, diakibatkan beberapa hal seperti serangan hama dan menurunnya kualitas tanah perkebunan kakao di Indonesia.
Kementerian Koordinator Bidang Pangan mengungkapkan saat ini produksi kakao di Indonesia hanya mencapai 200.000 ton setahun. Angka tersebut turun dari sebelumnya sempat mencapai 590.000 ton. Kini, Indonesia menjadi negara pengimpor kakao.
“Penurunan ini mengakibatkan Indonesia harus impor biji kakao untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri. Dan tahun 2024, impor biji ini sebanyak 157.000 ton,” kata Deputi Bidang Koordinasi Usaha Pangan dan Pertanian Kemenko Pangan Widiastuti dalam Peringatan Hari Kakao Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (23/10/2025).
Penurunan produksi itu mengakibatkan posisi Indonesia menjadi produsen kakao terbesar juga mengalami penurunan. Sebelumnya Indonesia sempat menduduki peringkat empat di dunia.
“Ini juga menjadi satu perhatian kita karena Indonesia ini merupakan produsen kakao yang menduduki peringkat ketujuh di dunia. Dan untuk itu kita harus bisa mengembalikan kejayaan dari kakao Indonesia dan siap menghadapi tantangan dalam pengembangan kakao,” ungkapnya.
Peringatan Hari Kakao Indonesia diharapkan menjadi momentum untuk mengembalikan kejayaan kakao Indonesia. Tantangan yang dihadapi memang berat seperti perubahan iklim, serangan OPT, tanaman tua dan keterbatasan lainnya.
Semua harus diselesaikan sehingga kakao memberikan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Yakub Ginting dari Direktorat Tanaman Semusim dan Tahunan menyatakan sampai tahun 2027 dengan pendanaan APBN yaitu program hilirisasi akan dilakukan peremajaan kakao 248.000 ha dan sudah dimulai tahun ini. Selanjutnya juga ada pendanaan dari BPDP diluar program ini sehingga akan lebih luas lagi.
“Benih yang ditanam tahun ini akan berbuah setelah 3 tahun. Sifat bisnis komoditas adalah harga selalu berfluktuasi, tidak selalu tinggi terus atau rendah terus. Saat ini harga kakao sedang tinggi tetapi apabila kakao hasil replanting ini sudah berbuah dan harga kakao sedang rendah maka pemerintah perlu melakukan sesuatu.
Kemenko Pangan bisa membuat aturan harga minimum. Harga juga jangan terlalu tinggi atau terlalu rendah tetapi harus sama-sama menguntungkan, kalau tidak maka tidak akan sustain,” katanya.
Menurut Bupati Kolaka Utara Nurrahman Umar, kakao bukan hanya komoditas pertanian biasa, melainkan bagian penting dari masa depan ekonomi Kolaka Utara.
“Di wilayah kami, 79 ribu hektar yang sudah ditanami pada masa jaya. Kini 43 ribu hektar tidak produktif. Padahal pernah Kolaka Utara dapat predikat daerah ‘dolar’,” kata Nurrahman.
Penulis: Lin
Editor: Gabriella



