Jakarta, Indonewstime.com — Kementerian Kehutanan Republik Indonesia menggelar talkshow bertemakan “Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Rehabilitasi Mangrove” yang menekankan perkuat strategi Rehabilitasi Mangrove Nasional sebagai bagian dari pemulihan ekosistem pesisir yang krusial bagi ketahanan iklim dan perlindungan kawasan pesisir, Sabtu (23/8/2025).
Acara yang turut dihadiri oleh Direktur Rehabilitasi Mangrove Kementerian Kehutanan, Ristianto ini juga menghadirkan tiga narasumber utama Guru Besar bidang Manajemen Hutan IPB University, Nengah S. Jaya, Dekan Fakultas Geografi UGM, M. Kamal dan Direktur Integrasi dan Sinkronisasi Informasi Geospasial Tematik BIG, Lien Rosalina.
Ristianto dalam sambutannya menegaskan bahwa keberhasilan program tidak bisa hanya bergantung pada anggaran negara, melainkan perlu melibatkan sektor swasta dan publik secara aktif.
“Pendekatan yang digunakan berfokus pada prinsip 3M yakni Memulihkan, Meningkatkan, dan Mempertahankan. Dengan strategi 3M, kami tidak hanya menanam mangrove, tapi juga menjaga keberlanjutannya. Kami membuka ruang bagi dunia usaha dan komunitas lokal untuk berpartisipasi secara langsung,” ujar Ristianto di salah satu hotel di Jakarta, Sabtu (23/8/2025).
Ia menjelaskan Kemenhut menargetkan rehabilitasi pada ekosistem mangrove di kawasan hutan negara sebesar 79,56% dan di luar kawasan atau APL sebesar 20,44%.
“Untuk mempercepat pencapaian, kementerian mendorong penguatan kelembagaan dan perencanaan berbasis peta arahan, serta integrasi program rehabilitasi dengan rencana pembangunan daerah dan nasional,” ungkap Ristianto.
Kemudian Dekan Fakultas Geografi UGM, M. Kamal turut menjelaskan soal jumlah mangrove yang berhasil direhabilitasi disetiap daerah dan menurutnya hal tersebut menjadi indikasi apakah magrove itu disana berhasil direhabilitasi atau tidak dari waktu ke waktu, dengan dilakukannya monitoring penanaman mangrove apakah lebih baik sehingga bisa dilihat efektivitas dari upaya rehabilitas yang terjadi disetiap daerah.
Direktur Integrasi dan Sinkronisasi Informasi Geospasial Tematik BIG, Dra. Lien Rosalina, M.M., menegaskan pemanfaatan data satelit mampu mempercepat program rehabilitasi mangrove nasional.
“Peta Rehabilitasi Hutan dan Lahan Mangrove yang ditetapkan melalui Keputusan Kepala BIG Nomor 130/2025 akan menjadi acuan nasional dalam monitoring ekosistem pesisir,” ujar Lien.
Menurutnya, peta tersebut dilengkapi informasi bertingkat mulai dari potensi kawasan rehabilitasi, status eksisting mangrove, hingga pemetaan habitat yang perlu segera dipulihkan agar ekosistem kembali seimbang.
Selanjutnya Guru Besar bidang Manajemen Hutan IPB University, Nengah S. Jaya menjelaskan hakikat tanaman magrove tumbuh di tanah pasir berlumpur, jika lahan tersebut tidak sesuai maka Mangrove tidak subur.
“Yang namanya mangrove pasti hidup di tanah pasir berlumpur, karena itu hakikatnya jika terjadi perubahan pada tanah maka magrove tidak bisa berkembang. Jika dilihat data 20 tahun terakhir saat ini lahan yang biasa ditanami magrove sudah berubah jadi perkebunan sawit , tambak ikan dan jadi pemukiman warga,” kata Nengah.
Menurutnya perlunya ada informasi terkait perubahan tanah atau waktu pasang air laut sehingga bisa memonitor perkembangan dari mangrove. Dan apakah tanah tersebut available untuk penanaman mangrove.
Penulis: Lin
Editor: Gabriella