Majene — Di pesisir Kampung Luaor, Desa Bonde, Kecamatan Pamboang, seorang anak laki-laki lahir di bawah naungan tradisi, ditolong oleh dukun beranak pada 21 November 1979. Anak itu bernama Muhammad Fauzan.

Sejak kecil, Fauzan tumbuh dalam irama kehidupan desa yang kental. Kakinya akrab dengan butiran pasir putih Luaor Pamboang, sementara jiwanya ditempa oleh lantunan ayat suci Al-Qur’an di masjid samping rumahnya.

Namun, ia bukan sekadar anak desa biasa. Di bangku Sekolah Dasar, kecerdasannya menonjol. Ia kerap menorehkan prestasi dan menjadi langganan peringkat pertama. Bahkan, Fauzan kecil pernah menjadi duta kebanggaan Kabupaten Majene dalam berbagai ajang lomba. Puncak pencapaiannya terjadi saat ia mewakili Majene di Makassar, bersaing dengan sekolah-sekolah favorit di Kota Daeng, membuktikan bahwa kecerdasan tak mengenal batas geografis.

Perjalanan pendidikannya berlanjut di SMP Negeri 1 Pamboang, kemudian di SMA Negeri 1 Majene. Di sekolah favorit Litaq Assamalewuang itu, talenta lain dalam dirinya tumbuh subur. Ia bukan hanya unggul di bidang akademik, tetapi juga dikenal sebagai penjaga gawang andal di lapangan hijau.

Fauzan membawa nama Majene menjuarai Turnamen Sepak Bola Pelajar Sulawesi Selatan tahun 1996, serta mengantarkan tim Gasman Junior ke ajang Suratin Cup di Manado. Bahkan, mimpinya untuk berseragam PSM Junior sempat terbuka ketika ia dipanggil ikut seleksi oleh legenda sepak bola, almarhum Saleh Bahang.

Namun, takdir berkata lain. Atas permintaan orang tua yang menginginkannya fokus di dunia akademik, Fauzan meninggalkan lapangan hijau dan beralih mengejar cita-cita sebagai “tukang insinyur”.

Penempaan Sang Aktivis dan Insinyur Sosial

Tahun 1997 menjadi babak baru. Fauzan diterima di Fakultas Teknik Sipil Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Tujuh tahun di kampus teknik itu menjadi masa pembentukan karakter dan wawasan.

Namun, jiwa sosialnya tak pernah padam. Ia juga menempuh pendidikan di STIKS Makassar, mendalami Ilmu Kesejahteraan Sosial. Dua dunia itu, ogika teknik dan empati sosial, menyatu dalam dirinya.

Era reformasi membakar semangatnya. Fauzan dikenal sebagai aktivis mahasiswa yang lantang bersuara, terutama dalam isu-isu kesejahteraan masyarakat dan pembangunan desa. Ia tak hanya belajar merancang bangunan, tetapi juga belajar merancang kesejahteraan sosial bagi masyarakat.

Kembali ke Akar, Mengabdi untuk Desa

Tahun 2005 menjadi titik balik. Berbekal ijazah ganda, Sarjana Teknik (S.T.) dan Sarjana Sosial (S.Sos.), Fauzan meniti karier sebagai konsultan dan site engineer di berbagai proyek.

Namun, panggilan desa terlalu kuat untuk diabaikan. Ia akhirnya menerima amanah masyarakat sebagai Ketua BPD Desa Bonde. Dari sinilah babak baru pengabdiannya dimulai. Dengan bekal ilmu sosiologi pedesaan, ia menata sistem pemerintahan desa dan mengawal pelaksanaan Pilkades Bonde sebagai wujud tanggung jawab sosialnya.

Cintanya pada dunia pedesaan semakin kuat ketika ia bergabung sebagai Fasilitator PNPM-Mandiri Pedesaan, cikal bakal program pendamping desa saat ini. Fauzan juga dipercaya sebagai Tenaga Ahli Program PPIP dan Sanimas.

Berbagai fasilitas desa menjadi bukti nyata karyanya: jembatan gantung di Popenga, PLTMH di Urekang, jalan Ratte Padang – Panggalo, hingga gedung-gedung TK di sejumlah desa. Fauzan tak hanya pulang ke kampung halamannya, ia pulang untuk membangun.

Birokrat Penjaga Gerbang Desa

Tahun 2014, perjalanan kariernya kembali memasuki babak baru. Di tengah kesibukan sosialisasi untuk Pileg, sebuah ikhtiar menuju kursi legislatif, takdir justru membawanya lulus sebagai CPNS di Pemerintah Kabupaten Majene, dan ditempatkan di Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD).

Dari staf, kasubag, hingga kini menjabat Kepala Bidang Pemerintahan Desa, Fauzan dipercaya Bupati Majene, Andi Achmad Syukri, untuk memegang peran strategis sebagai “Palang Pintu Desa”.

Ia berdiri di tengah kompleksitas regulasi dan dinamika birokrasi desa, menghubungkan visi-misi bupati dengan perubahan kebijakan pusat yang begitu cepat. Di tengah tantangan yang sarat kepentingan, Fauzan tetap teguh menjalankan tugasnya.

Tak berhenti di situ, pada tahun 2018 ia meraih gelar Magister Sains (M.Si.) dari Universitas Bosowa (Unibos) Makassar, memperkuat kapasitasnya sebagai pejabat teknis yang memahami desa dari akar hingga regulasi.

Dengan logat khas Luaor-Pamboang, ia berkelakar serius,

“Saya sudah khatam tentang desa. Sebagian besar hidup saya saya dedikasikan untuk desa. Lahir dan besar di desa, bekerja untuk desa, mulai dari pendamping, konsultan, ketua BPD, kepala desa, hingga kini menjadi pejabat teknis di birokrasi. Jadi, apapi lagi?”

 

Kini, pengabdian Fauzan tak hanya di balik meja birokrasi. Ia aktif menulis opini dan gagasan di berbagai media cetak dan daring, terus menyuarakan pembangunan berbasis masyarakat.

Meski tak lepas dari kritik dan dinamika, dedikasinya untuk kemajuan desa di Litaq Assamalewuang tak pernah surut.

Menjelang hari ulang tahunnya bulan ini, ucapan selamat layak disampaikan,
Selamat Ulang Tahun, Sang Palang Pintu Pengawal Desa.
Panjang umur dan tetaplah berkarya. Pemikiran dan pengabdianmu akan selalu dibutuhkan untuk membangun desa yang mandiri dan berdaya di Bumi Assamalewuang.

(Rls/EPN). Rabu, 12/11/2025

Penulis: EPN

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Iklan